Sabtu, 08 Oktober 2016

UCAPAN SALAM DAN HUKUMNYA

Sering kali kita mengucapkan salam entah kita tujukan kepada teman kita, keluarga atau kepada saudara kita, entah dengan menggunakan shighot syar'i (menurut islam) ataupun dengan ucapan "selamat pagi, siang, malam, shobahul khoir dll"
Baiklah... Mari kita kaji sebenarnya apa yang dimaksud dengan salam?  Bagaimana hukum mengucapkan salam dan menjawabnya? Bagaimana mengucapkan shighot salam yang dianggap syar'i?

A. Makna Salam
Salam adalah mendoakan selamat. Adapun mengucapkan salam kepada orang lain berarti mendoakan selamat kepada orang lain, Begitu juga menjawab salam yaitu mendoakan selamat kepada orang yang memberikan salam.

Adapun Manfaat dari semua itu adalah sebagai pertanda kerukunan dan persaudaraan antara seseorang yang mengucapkan salam dengan orang yang menjawab salam. Sebagaimana sabda Rosululloh "As-Salamu tahiyyatun Li Millatina" Ay Sababun Li Baqooil Ulfati Bayna Ahlihaa

B. Hukum Mengucapkan Salam Dan Menjawabnya
Hukum memulai mengucapkan salam kepada orang lain adalah sunnah. Hal ini berdasarkan dengan dalil Al-Quran diantaranya; " Wa idzaa Chuyyiitum Bitachiyyatin Fa Chayyuu Bi Achsani Minhaa Aw Rudduuhaa" dan Hadits Nabi " Amaronaa Rosululloh Shallallahu 'Alaihi Wasallam Bi Sab'in; Bi 'iyadatil Mariidli, Wat tibaa'il Janaaizi, Wa Tasymiyatil 'Athisi, Wa Nashrid dlo'ifi, Wa 'Aunil Madzlumi, Wa Ifsyaais Salami, Wa Ibrooril Qosami"

Hukum kesunahan tersebut jika memang ketika mengucapkan salam tidak didahului dengan kalam yang lain. Apabila didahului dengan kalam (bicara dulu baru salam)  maka hukumnya tidak sunnah lagi dan bagi yang mendengarnya tidak diwajibkan untuk menjawab salam. Hal ini sesuai dengan sabda Rosul: "Man Bada_a Bil Kalaami Qoblas Salaami Falaa Tujiibuuhu"

Adapun hukum menjawab salam adalah wajib, meskipun demikian, memulai mengucapkan salam lebih utama daripada menjawab salam karena hal ini merupakan pengecualian dari kaidah "Al-fardlu Afdlolu Min An-Nafli"

* Perincian Hukum Salam Dan Menjawabnya
- Salamnya Laki-laki kepada Laki-laki (Sunnah dan wajib menjawabnya)
- Salamnya perempuan kepada perempuan (Sunnah dan wajib menjawabnya)
- Salamnya wanita tua kepada laki-laki yang bukan mahrom (Sunnah dan wajib menjawabnya)
- Salamnya laki-laki kepada perempuan mahrom (Sunnah dan wajib menjawabnya)
- Salamnya laki-laki kepada perempuan yang bukan mahrom (Makruh dan haram menjawabnya)

* Kondisi Yang Tidak Wajib Menjawab Salam Yaitu Pada Waktu:
- Sholat
- Makan
- Minum
- Baca Al-Quran
- Berdoa
- Dzikir
- Khutbah
- Talbiyyah
- Buang Hajat
- Iqomah
- Adzan
- Jima'
- Memutuskan suatu permasalahan
- Di Kamar mandi
- Yang memberikan Salam Anak kecil, orang mabuk, Gadis Yang dikhawatirkan menimbulkan Fitnah, Orang Fasiq, Orang Yang mengantuk, orang yang Tidur, orang Gila

C. Shighot Salam
Adapun shighot salam yang termasuk hukum sunnah dan wajib dijawab adalah dengan menggunakan shighot yang dianggap syar'i, diantaranya ialah "Assalamualaikum Warohmatullohi Wabarokatuh" Atau "Salaamun 'Alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh"

Sedangkan untuk ucapan salam yang selain itu seperti ; selamat pagi, siang, malam, shobahul khoir atau menyingkat salam dengan Ass, Askum dll yang bukan termasuk shighot yang syar’i maka hukumnya tidak disunnahkan dan tidak wajib menjawabnya.

Wallahu A'lam...

====== Al-maraji' ======
1. Al - Adzkar An-Nawawi
2. Tanqihul Qaul
3. Manhaj Dzawin nazhor
4. Sab'ah Kutub Mufidah

#Nong_Ji_Nong_roo

Kamis, 06 Oktober 2016

Imam Nawawi Banten Membahas Kenduri Arwah (Selamatan) 40 Hari

Siapa yang tidak mengenal Imam Nawawi al-Jawi al-Banteni (w. 1897 M), ulama hebat dari Nusantara yang telah diakui kehebatannya oleh ulama-ulama Arab secara ittifaq. Bahkan karangan beliau melampaui 40 kitab berbahasa Arab yang fasih, sampai kadang2 orang Arab tak percaya beliau adalah orang Sunda Banten asli. 

Beliau berpendapat bahwa bersedekah untuk dihadiahkan kepada mayyit adalah dituntut syariat. Ia tidak terkait sebanyak 7 hari, atau lebih atau kurang. Bahkan menurut beliau, menetapkan 7 hari, 40 hari, 100 hari, 1000 hari hanyalah adat yang boleh dilakukan sebagaimana yang difatwakan Shaikh Sayyid Ahmad Dahlan (w. 1886 M).
Maka tidak ada masalah juga membuat acara haul memperingati kewafatan seseorang pada setiap tahunnya! Tetapi memberi makan pada hari kebumian hukumnya makruh kecuali kalau ia adalah harta anak yatim (kecil yang tidak mentasarufkan harta tersebut), maka haram.
[Nihayah al-Zayn, 275]

Ketahuilah, tidak ada yang lebih arif dari orang yang berasal dari tempat suatu perkara itu berlaku.
Nah di sini ada Imam Nawawi al-Jawi dari Banten, Nusantara yang berbicara, sudah tentu ketika itu dia sudah menimbang fiqh nawazil dan konteks ketika memberi fatwa. Maka sudah seharusnya fatwa beliau dijadikan rujukan, bukan dari fatwa ulama yang tidak mengetahui situasi sebuah daerah tersebut, yang sedikit sedikit menghukumi Haram bahkan yang lebih ekstrim lagi mereka berani menghukumi kafir bagi yang melakukannya padahal yang melakukan adalah orang islam.  Na'udzubillah min Dzalik...

Wallahu a'lam....

#Nong_Ji_Nong_roo